Tata Cara Jima' menurut Fiqih Islam yang benar:
1. Niat dan Kesadaran
-
Hubungan seksual harus diniatkan sebagai ibadah dan pemenuhan hak suami-istri.
-
Suami maupun istri harus dalam keadaan sadar, sukarela, dan tidak ada paksaan.
2. Syarat-Syarat
-
Status halal: Hubungan hanya diperbolehkan antara suami dan istri yang sah.
-
Suci dari hadas besar: Baik suami maupun istri tidak sedang dalam keadaan junub (belum mandi besar setelah jima’ atau haid/nifas bagi istri).
-
Tidak di waktu terlarang: Misalnya, istri sedang haid atau nifas (QS. Al-Baqarah: 222).
3. Adab Sebelum Jima’
-
Bersuci dan wudhu untuk menjaga kesucian.
-
Menyebut nama Allah (Bismillah) agar hubungan mendapat keberkahan.
-
Menyenangkan pasangan: Islam menganjurkan foreplay untuk membangun kasih sayang dan kenikmatan bersama.
-
Tidak terburu-buru: Mengutamakan keharmonisan dan kenyamanan.
4. Cara atau Posisi
-
Tidak ada posisi yang wajib atau haram selama memenuhi syariat (tidak membahayakan dan menutupi aurat pasangan secara wajar).
-
Larangan tertentu:
-
Hubungan anal dianggap makruh atau haram menurut sebagian ulama.
-
Melakukan hubungan saat istri haid atau nifas haram.
-
-
Islam menganjurkan variasi posisi yang saling menyenangkan dan menambah keintiman.
5. Setelah Jima’
-
Bersuci (mandi junub) bagi suami dan istri sebelum menunaikan shalat.
-
Berdoa agar hubungan diberkahi dan dikaruniai keturunan yang saleh.
-
Mengingat sunnah kasih sayang: Membelai, berinteraksi dengan lembut, dan tetap menjaga keintiman.
6. Etika dan Hikmah
-
Memenuhi hak seksual pasangan adalah ibadah dan menjaga keharmonisan rumah tangga.
-
Jima’ tidak hanya untuk memenuhi nafsu, tapi juga untuk membangun cinta, kasih sayang, dan keturunan yang sah.
-
Hindari sikap egois; saling memberi kenyamanan adalah sunnah.
